Tri Hita Karana
HUBUNGAN
PENDIDIKAN SATWIKA (KASIH SAYANG) SEORANG
SISWA SEKOLAH DALAM KONSEP TRI HITA
KARANA GUNA MEWUJUDKAN PENGENDALIAN BUANA
ALIT DAN BUANA AGUNG
Oleh : Ade Arya
Tri Buana
(SMP
Wisata Sanur)
“Om Ano Bhadrah Kratevo Yantu Visvatah”
(Reg Weda XXV.14)
“yeka laksana ning citta
sattvika” (Wraspati
Tattwa butir 17)
Kalimat
ungkapan yang bijak tersebut mengingatkan kembali bahwa sebenarnya pikiran yang
suci beserta kejujuran datangnya dari segala penjuru. Agama yang telah mantap
dalam bidang pendidikan seorang siswa yang relegius sebagai pedoman yang
hendaknya harus menjunjung tinggi kejujuran, kebebasan, kelembutan, kekuatan,
keagungan, ketangkasan, kehalusan dan keindahan adalah yang tidak lain sebagai
sifat-sifat pikiran satwika. Dimana pikiran jujur dan teguh dapat membedakan
antara benda dan batas-batasnya, memiliki pengetahuan tentang Iswara tattwa, pandai menunjukkan
kelembutan dalam berbicara, memiliki bentuk badan yang indah merupakan sifat
pikiran satwika pula. Sehingga dalam
setiap kesempatan Tri Sandya dan
doa-doa yang ada memberikan pedoman kita untuk hal tersebut.
Satwika tidaklah sebuah slogan yang
hanya main-main terhadap pembentukan karakter seorang anak didik dimanapun
berada dan sangat perlu bagi perkembangan mental si anak didik saat ini.
Keterlibatan-keterlibatan dan lingkungan sekitar sangat berperan dalam
membentuk perkembangan karakter satwika
yang telah diajarkan dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dimana
didalam lingkungan keluarga mulai diajarkan berkata-kata sopan terhadap yang
lebih tua, memberikan kesempatan bicara kepada teman yang sedang punya masalah
dan selalu berusaha menyenangkan orang tua. Di dalam lingkungan sekolah kita
diberikan pendidikan budi pekerti dan agama guna pengembangan diri seorang
siswa yang selalu bisa membedakan pikiran yang baik dan buruk yang nantinya
bisa melakukan perbuatan yang diperbolehkan agama sendiri. Sedangkan di
masyarakat seorang siswa bisa mengaplikasikan perbuatan yang baik guna
diturunkan kepada warga masyarakat untuk berpikir bijaksana dalam setiap
kegiatan yang ada.
Jika
disatukan antara ruang lingkup yang lebih kecil dan ruang lingkup yang lebih
besar tentunya tidak dapat dipisahkan keduanya. Begitu juga lingkungan tahapan
lebih kecil dalam diri kita yang disebut Buana
Alit dan lingkungan yang lebih besar yang disebut Buana Agung. Buana Alit
dan Buana Agung tersebut sejalan
dalam iringan waktu yang harus perlu sama-sama disucikan. Buana alit harus disucikan lewat satwika yang lebih mulia dan Buana
Agung harus disucikan lewat yadnya suci setiap tahun baru saka yang disebut
Tawur Agung Kesanga yang dilakukan
sehari sebelum hari raya Penyepian. Antara Buana Alit dan Buana Agung tidak
akan dapat dipisahkan dalam keseimbangan alam ini, karena berawal dari tindakan
yang satwika dilakukan oleh kita sendiri akan memberikan kontribusi bagi
lingkungan yang lebih luas tentunya mulai dari kelestarian lingkungan, tata
ruang sampai dengan pencaruan bumi yang dilakukan setiap tahunnya.
Satwika
merupakan ada dalam buana alit (dalam diri) pribadi masing-masing jika semua
dilakukan dengan ketulusan dan kejujuran. Satwika
tidak lain adalah sebuah kekuatan yang menjamin siswa yang berkarakter, tetapi satwika
yang bersih dan suci tentunya berawal dari perbuatan yang dilakukan sebelumnya.
Satwika ini terpengaruh dan terbentuk
dari ajaran Tri Kaya Parisuda
(Manacika, Wacika dan Kayika). Manacika
adalah sebuah karakter satwika yang dilihat dari pikiran yang baik dan benar, Wacika adalah sebuah karakter satwika
yang dilihat dari perkataan yang baik dan benar sedangkan Kayika adalah sebuah karakter satwika
yang dilihat dari perbuatan yang baik dan benar. Itulah sebuah ajaran yang
dapat dijadikan pengendalian dalam membentuk siswa yang satwika yang bisa
sayang dan berkorban pada keluarga dan dharma
negara. Tentunya Tri Kaya Parisuda
tidak terlepas dari hubungan yang lebih luas yaitu dalam melestarikan buana
agung menjelang hari raya Nyepi yaitu Tri Hita Karana. Tri Hita Karana sebuah
etika Hindu yang berfilosofi dalam ajaran wraspati tattwa dalam butir 17-74
yang mengajarkan tiga hubungan yang menyebabkan keharmonisan atau kebahagiaan.
Hubungan pertama; hubungan baik manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
hubungan kedua; hubungan baik manusia dengan manusia lain, hubungan ketiga;
hubungan baik manusia dengan lingkungannya.
Di
lain pihak, kebenaran satwika yang
lain memberikan pedoman hidup sebagai seorang siswa yang bisa mengakui bahwa
semua akan bisa menyatu melalui ajaran Catur
Prawrti dan Tat Twam Asi. Catur
Prawrti adalah empat pedoman hidup yang patut diikuti dan dilaksanakan dengan Arjawa (jujur dan kebenaran), Anrsangsa
(tidak egois), Dama (Penendalian diri) dan Indranigraha (pengendalian nafsu
jahat). Sedangkan Tat Twam Asi adalah
penyatuan kita sebagai makhluk terhadap keberadaan atman dengan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang sering langsung diterjemahkan “ aku adalah kamu”. Berarti tidak
lain adalah satwika terlahir dari tindakan preventif kita yang mengarah pada
buana alit (dalam diri manusia) beserta buana agung (alam semesta). Yang
terpenting dalam memupuk sikap Satwika adalah pengendalian diri secara
berkesinambungan dan serasi dengan keberdaan alam semesta beserta isi hati kita
yang selalu tenang. Sikap yang tenang dapat berpikir bijaksana dan jujur,
tetapi tidak terlepas dari ajaran kembali saat kita melakukan pengendalian diri
dalam Catur Brata Penyepian. Dalam
konteksnya tentu “Catur Brata Penyepian”
sebuah local genius yang wajib dilestarikan guna mengajarkan kita dalam
pembentukan karakter yang selalu diidam-idamkan oleh umat Hidu di Bali. Oleh
karena itu sampai sekarang Catur Brata
Penyepian sudah bisa mendunia sebagai program tahunan untuk mengurangi
pemanasan global. Catur Brata Penyepian
adalah empat pantangan yang tidak boleh dilakukan yang memberikan suasana sipeng atau sepi beserta kenyamana dan
ketenangan. Begitulah suasana hati kita kalau memang tenang dan nyaman, jika
ada kejujuran dan kebenaran yang sering disebut satwika. Catur brata itu tujuannya tiada lain agar kita dapat
memetiknya dan belajar dari renungan suci terhadap pengalaman pada tahun lalu
dan dapat lebih waspada serta lebih banyak berbuat kebajikan pada tahun-tahun
berikutnya. Setipa perubahan status atau tingkat umat Hindu selalu
memperingati. Demikianlah orang baru meningkat dewasa sepatutnya melakukan
upacara raja singa atau raja sewala. Orang yang akan melangsungkan perkawinan
sebelum upacara madengen-dengen, tidak dibenarkan keluar rumah, orang yang akan
medwijati (menjadi Pendeta) semuanya menempuh upacara sipeng (amati raga),
secara simbolis mengubah status walaka, orang biasa; untuk lahir kedua kalinya
sebagai pendeta dan amari aran, asurud ayu, berubah nama walaka serta memakai
nama kepanditaan. Kalau diambil kias pada ulat, sebelum ulat berubah menjadi
kupu-kupu, wujud yang lebih sempurna maka terlebih dahulu dia mengurung diri,
didalam kepompong, berpuasa serta tidak bergerak beberapa hari, untuk nantinya
bisa lahir sebagai kupu-kupu terbang dengan megah menikmati sari-sarinya bunga.
Begitulah manusia untuk menyongsong tahun baru, hari esok yang lebih cerah dan lebih
baik. Itu semua adalah sebuah pendidikan untuk mengajarkan seorang siswa lebih
bijaksana dan berbuat satwika, karena
dalam ajaran agama Hindu setiap manusia sudah diajarkan sejak dini untuk
bersikap satwika yang dimulai dari dalam kandungan seorang ibu sampai cara kita
bertatap muka terhadap orang tua. Tidak heran sebagai orang Hindu sudah
terlatih untuk beretika dan sopan santun dalam sikap yang disebut satwika tersebut.
Pada
hakikatnya ajaran satwika sudah terkandung pada setiap tindakan manusia untuk
dilatih bersikap bijaksana dan diuji dalam kejujuran. Sebagai penetralisir atau
penyomia perlu dilakukan pencaruan diri dan lingkungan. Pencaruan tersebut
terdiri dari tiga buah, yaitu : Caru
Palemahan Bumi Sudha (upacara pembersihan atau caru untuk tempat atau
wilayah), Caru Sasih (caru yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang
dipandang perlu diharmoniskan dan diheningkan) dan Caru Oton (Caru untung orang
atau benda sebagai unsur bhuana agung yang mengalami berbagai siklus, baik
terhadap waktu maupun perkembangannya, misalnya: oton anak yang baru lahir)
Gambar. Siswa membersihkan sisa upacara
tumpek uduh
(Dok. Pribadi tahun 2014)
Jika
dihubungkan dengan dharma dalam hari raya Galungan, maka tidak dipungkiri bahwa
jika dilihat dari kata istilahnya “dharma” berarti kebajikan atau kebenaran,
yaitu kemenangan dharma melawan adharma. Tentu saja hal tersebut tidak terlepas
dari sebuah konsepsi mengajarkan seorang siswa atau yowana untuk mengendalikan
dirinya sebagai sikap dan tindakan yang satwika yaitu dalam hari raya Sugian
Bali dan Sugian Jawa. Dalam artian seorang siswa diajarkan peduli terhadap
lingkungan mikrokosmos dalam dirinya dan makrokosmos dalam lingkungan
sekitarnya lebih luas. Terbentuknya sebuah ketenangan dan kedamaian tentunya
mulai dari keheningan diri masing-masing pribadi dan menjadi indikator
pemikiran-pemikiran sosial yang mana antara hubungan mikrokosmos dan
makrokosmos bisa penyatuan positif. Disini para siswa diajarkan “angamet
sarining bhuana, angelebur malaning bhumi” yang artinya mengambil sari-sari
bumi dan melebur atau membersihkan kotoran dunia. Disini banyak yang kita dapat
dari sebuah konsepsi yaitu menguji tingkat kesabaran kita dan bagaimana cara
menahan hawa nafsu keduniawian, tetapi dalam mengekang hawa nafsu ini bukan
berarti kita tidak bisa melakukan kegiatan yang memajukan wawasan mengenai
agama Hindu. Dikaitkan dengan tawur merupakan upacara yang dilaksanakan di
perempatan jalan pada Pusat Propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Pada
umumnya di pusat propinsi, kabupaten, dan kecamatan upacara ini dilaksanakan
pada siang hari pukul : 12.00 wita, sedangkan di desa-desa dilaksanakan sore
hari jam 5 atau 6 yang mengambil tempat di desa. Tenggang waktu tersebut
merupakan tegang waktu yang tepat untuk penyucian diri (buana alit) dan alam
(buana agung), dimana memerlukan keheningan dan kemurnian kehendak semua
makhluk beserta isinya. Selama setahun sejak hari raya Nyepi yang lampau manusia
terlalu banyak mengambil isi dunia berupa air, bahan makanan, bahan pakaian,
perlengkapan dan sebagainya maka terjadilah ketidakseimbangan. Isi dunia
terlalu banyak yang terambil dari yang terkembalikan, lebih-lebih lagi jika
pengambilan itu didasarkan atas keserakahan, maka pincanglah gerak rodanya. Tawur yang berarti mengembalikan,
mengandung pengertian agar kita mengembalikan apa yang terlalu banyak kita
ambil dan nikmat di dunia dengan jalan mengorbankan harta milik serta
kesenangan, berwujud banten, tawur
atau caru agar pikiran kita tidak karatan, oleh harta benda duniawi. Jadi tawur
adalah upacara korban yang dilaksanakan dengan tulus ikhlas sebagai latihan
untuk melepaskan ikatan dari daya tarik benda-benda duniawi. Secara spiritual,
tawur digambarkan sebagai pengusiran bhuta kala yangmana bhuta kala itu tiada
lain dari pada pikiran yang serakah, angkara, marah benci, iri hati dan segala
bentuk pikiran yang tidak baik. Dimana semua yang tidak baik itu diharapkan
dilebur menjadi lebih baik dengan satwika. Satwika
dalam diri (buana alit) dan satwika didalam alam semesta (buana agung). Satwika didalam alam semesta sering
disebut dengan pengheningan jagat lewat tawur atau korban suci, sedangkan satwika didalam diri disebut dalam
ajaran Tri Kaya Parisuda. Satwika adalah sebuah konsep perputaran
hidup (sycle of life). Akhir-akhir
ini kita juga merayakan hari raya tumpek uduh, mengingat di sekolah kami SMP
Wisata Sanur sebagai sekolah Adiwiyata Mandiri tentunya harus memiliki
lingkungan yang tertata rapi dan harus memperhatikan hutan mini sekolah sebagai
peneduh. Tanaman peneduh yang sangat banyak sebagai hari kasih sayang terhadap
tumbuh-tumbuhan tentunya dibuatkan sebuah upacara khusus sesuai kepercayaan
Hindu yang disebut tumpek uduh atau tumpek pengatag. Kasih sayang terhadap
tumbuhan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap seorang siswa
untuk tetap menyayangi semua makhluk ciptaan Tuhan dan tidak diterapkan pada
hari-hari tertentu saja mengungkapkan rasa kasih sayang tersebut melainkan
setiap saat antara sesama manusia yang merupakan ajaran Satwika untuk diterapkan setiap hari. Tumpek Bubuh merupakan salah
satu hari raya umat Hindu di Bali. Tumpek Bubuh disebut juga dengan Tumpek
Wariga, Tumpek Uduh maupun Tumpek Pengatag. Hari raya ini jatuh pada Sabtu
kliwon wuku Wariga. Pada hari raya ini dilakukan upacara untuk menghormati
tumbuh - tumbuhan. Hari ini merupakan hari turunnya Sanghyang Sangkara
(manifestasi Hyang Widhi) yang menjaga keselamatan hidup seluruh
tumbuh-tumbuhan. Sesajen dihaturkan kepada Ida Sanghyang Sangkara (Sanghyang
Siwa Tunggal) karena Beliau mengembangkan semua tanaman di dunia ini sehingga
semua menghasilkan untuk kesejahteraan manusia, sehingga manusia bisa
mewujudkan keselamatan dunia. Sesajennya yaitu peras, tulung sesayut, tumpeng,
bubur gendar, tumpeng agung, panyeneng, tetebus dan serba harum-haruman.
Iwak/lauknya guling bebek (atau guling babi). Untuk kayu besar yang akan
diupacarai, isikan kain, caniga, gantung-gantungan dan sasat dari janur.
Pilihlah tanaman yang sangat berguna bagi kita. Pada Hari Tumpek Wariga ini
kita tidak boleh memetik buah-buahan ataupun memotong kayu, selain untuk
keperluan Yadnya. Hari raya ini merupakan awal sebelum kita merayakan hari raya
Galungan.
Secara
alamiah seorang yang suputra dari sejak kecil akan bisa lebih satwika
tergantung lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar yang bisa
memberikan kontribusi positif bagi perkembangan mental anak. Pendidikan agama
dan budi pekerti sangat mendukung memberikan sebuah kontribusi positif dan
kekuatan lahiriah yang siap dibawa hingga hayatnya. Satwika bukan dinilai dari sebuah pelafalan saja, melainkan
tindakannya yang akan dinilai dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti yang
disebutkan dalam Sarasamuccaya, 277-279 bahwa : ”Ada orang yang seperti ini
perilakunya, tidak diliputi oleh kemarahan, benar-benar ia Satya, teguh pada
brata (janji diri), kasih sayang kepada semua makhluk dan meyakininya tidak
berbeda dengan dirinya sendiri. Demikian yang selalu dirasakan. Orang yang
demikian tingkah lakunya, pahala Tirthayatra kelak diperolehnya nanti. Yang
dimaksud Tirthayatra adalah berkeliling dengan niat suci mengunjungi tempat
untuk memperoleh air suci”. Itulah sebuah doa-doa dan mantra
menunjukkan kekuatan pribadi satwika
dan harus diajarkan sejak dini bagaimana menghormati seseorang, jika kita tidak
melakukan dengan sungguh-sungguh maka kita sebagai generasi muda akan lebih
terpuruk. Sebenarnya peranan semua pihak terkait sangat menentukan baik dan
buruk untuk menuju keheningan karakter yang satwika.
Sudah
sepatutnya para siswa maupun yowana yang lain belajardari pendidikan agama dan
budi pekerti terutama dalam perhimpunan Hindu Muda Indonesia. Adanya wadah tersebut
yang didukung dengan kekuatan satwika dalam diri ditambah pula program
pematangan yowana lewat pesantian relegius dan intelektual karakter berbasis
agama dan budi pekerti tersebut. Padahal Bali sebagai negeri relegius, namun
negara lain sudah mengakuinya maka semua itu patut dilestarikan secara
menyeluruh tentang budaya-budaya lokal yang ada. Akhirnya telah terbukti bahwa
negara kita sudah ada sekolah-sekolah dan wadah organisasi yang bergerak
dibidang agama, seperti : UNHI (Universitas Hindu Indonesia), IHDN (Institut
Hindu Dharma Negeri), SMA Dwijenra dan instansi terkait yang khusus dibidang
relegius dan keagamaan.
Gambar. Pemberian nama tanaman di
halaman sekolah oleh siswa KIR
(dok. Sekolah, 2015)
Gambar. Generasi muda di Denpasar
Festival 2014 (dok. Pribadi)
Tat Twam Asi
TAT TWAM ASI SEBAGAI TINDAKAN KECIL
DALAM KASIH SAYANG GENERASI MUDA
Oleh
: I Kadek Dana (IX G)
SMP
Wisata Sanur
Remaja merupakan masa peralihan
anatara masa anak-anak dan masa dewasa. Pada masa remaja, seseorang tidak dapat
disebut sebagai anak-anak ataupun disebut sebagai orang dewasa. Menurut
psikologi, masa peralihan ini berlangsung pada umur 10-12 tahun dan berakhir
18-20 tahun. Karakteristik pada usia remaja yang sangat dominan adalah
terjadinya ketidakstabilan emosi dan keinginan untuk menunjukkan diri. Dalam
fase kristis ini, seringkali remaja terjerumus dalam perilaku negatif. Peran
keluarga dan sekolah sangat penting untuk mengarahkan dan mendidik perilaku
remaja ke arah yang baik. Dalam upaya tersebut, maka pada jenjang pendidikan
dilaksanakan pula berbagai kegiatan sebagai bentuk pendidikan karakter (Anonim,
2012).
Tat
Twam Asi tidak
asing lagi terdengar dalam telinga kita. Kalimat Tat Twam Asi yang sering diterjemahkan secara langsung adalah Aku
adalah kamu atau aku dan kamu adalah satu disebut atman. Badan kasar dan badan
halus kita dapat menyatu karena rasa yang ada dalam diri tetap satu, begitu
pula dalam diri kita bahwa ajaran tat
twam asi adalah tindakan kecil yang dapat dilakukan oleh generasi muda
terutama dalam tingkatan dunia pendidikan di SMP mengajarkan kita selalu untuk
saling menyayangi antara sesama dan rasa toleransi antara sesama teman. Begitu
juga dalam wujud nyata sekarang ini banyak siswa mengabaikan ajaran rasa kasih
sayang dalam diri sendiri dan untuk orang lain, sehingga sering terjadi
kesalahpahaman antara sesama.
Memaknai sebuah ajaran Tat Twam Asi adalah sama dengan
mengamalkan rasa kasih sayang terhadap semua kalangan tanpa harus membedakan
semua wujud makhluk yang ada di muka bumi ini. Hubungan umat
manusia dengan alam semesta (lingkungan)
Dalam
kontek ini umat manusia sangat erat sekali hubungannya dengan alam semesta,
seperti yang kita ketahui semua kebutuhan hidup yang diperlukan oleh umat
manusia bersumber dari alam semesta dan kita sama-sama merupakan ciptan Hyang
Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam ajaran Tat Twam Asi dijelaskan ”kamu adalah aku” yang artinya adalah kita
semua yang ada dialam semesta ini sama-sama merupakan ciptaan-Nya.
Perlu
kita sadari umat manuisa tidak bisa hidup tanpa alam semesta (lingkungan),
dalam kitab suci Weda dijelaskan segala kebuthan hidup umat manusia hampir
semuanya berasal dari alam semesta. Sekali lagi,manusia tidak bisa hidup tanpa
alam semesta ( lingkungan ). Seperti yang kita ketahui dari hasil hutan banyak
sekali tumbuh-tumbuhan, baik yang bisa kita olah menjadi makanan, obat-obatan,
bahan kecantikan, atau untuk bahan bangunan, peralatan mebel dan masih
banyaklagi yang lainnya.
Dalam kekawin
Niti Sastra disebutkan :
”
Singa adalah penjaga hutan, akan tetapi singa itu juga selalu dijaga oleh
hutan, jika singa dengan hutan berselisih, mereka akan marah lalu singa akan
meninggalkan hutan.Hutannya dirusak, dibakar, dibinasakan orang. Pohon-pohonnya
ditebangi sampai menjadi gundul. Singa yang berlarian dan bersembunyi, lari ketengah-tengah
ladang, diserbu orang dan akhirnya binasa. ”
Jadi
manusia diciptakan, dilahirkan, akan selalu berhubungan dengan alam lingkungan
dan selalu bersifat saling memelihara antara yang satu dengan yang lainnya.
Dalam hal ini manusia memerlukan alam lingkungan sebagai tempat hidup dan
alampun perlu dipelihara oleh manusia supaya tidak punah.
Dalam Ajaran agama Hindu memiliki
beberapa konsep dalam menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam
bermasyarakat dan berbangsa, sebagai berikut :
Konsep Tri Hita karana,
mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada
keharmonisan hubungan antara :
1. Manusia dengan Tuhan/Ida Sang Hyang
Widhi wasa/Parhyangan
2. Manusia dengan sesamanya/Pawongan
3. Manusia dengan Alam
lingkungannya/Palemahan
Tri Hita Karana merupakan landasan dasar bagi
kehidupan Umat Hindu yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dalam
bentuk Panca Yadnya : Dewa Yadnya, Manusa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra
Yadnya dam Bhuta Yadnya.
Konsep Tri Hita Karana yang dilaksanakan di Bali umumnya termanifestasikan
dalam budaya dan tradisi Bali, yang tentunya tidak semata-mata timbul karena
pemahamannya pada atas ajaran Hindu, tapi juga karena tantangan jaman. Umat Hindu
harus mampu mengimplementasikan dan mengamalkan konsep Tri Hita Karana secara total dan dalam semua aspek kehidupan sampai
pada unsur terkecil dalam bentukn keluarga yaitu konsep Palemahan yaitu yang
membuat umat Hindu mencintai tanah kelahirannya, Pawongan yaitu
moral, etika dan tata krama umat hindu dan taat pada hukum adat dan dresta dan Parhyangan
yaitu selalu mendekatkan diri kehadapan Ida sanghyang Widhi Wasa, membangun, merawat
dan menggunakan pura dengan baik,takut akan Ida sanghyang Widhi wasa,takut
kehilangan perlindungan Tuhan. Kesemuanya ini merupakan benteng yang sangat
tanguh dalam menciptakan ketahanan mental bagi umat hindu yang nanti mampu
menjadi benteng bagi negara dan bangsa Indonesia dalam menjaga keutuhan NKRI.
Konsep Tat Twam Asi, adalah merupakan filsafat Hindu
yang mengajarkan kesosialan dan keharmonian yang tanpa batas karena diketahui
bahwa “Ia adalah kamu” saya dalah Kamu dan segala mahluk adalah sama,sehingga
menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan menyakiti orang lain juga
berarti menyakiti diri sendiri. Antara saya dan kamu sesungguhnya bersaudara.
Hakekat atman yang menjadikan hidup diantara saya dan kamu berasal dari satu
sumber yaitu Tuhan. Atman yang menghidupkan tubuh makhluk hidup merupakan
percikan terkecil dari Tuhan. Kita sama-sama makhluk ciptaaan Tuhan.
Sesungguhnya filsafat tattwam asi ini mengandung makna yang sangat dalam. Tat Twam Asi mengajarkan agar kita
senantiasa mengasihi orang lain atau menyayangi makhluk lainnya. Bila diri kita
sendiri tidak merasa senang disakiti apa bedanya dengan orang lain. Maka dari
itu janganlah sekali-kali menyakiti hati orang lain. Dan sebaliknya bantulah
orang lain sedapat mungkin kamu membantunya, karena sebenarnya semua tindakan
kita juga untuk kita sendiri. Bila dihayati dan diamalkan dengan baik, maka
akan terwujud suatu kerukunan. Dalam upanisad dikatakan: “Brahma atma aikhyam”, yang artinya Brahman (Tuhan) dan atman adalah
tunggal. Filsafat hidup Tat Twam Asi
juga merupakan dasar susila hindu,yaitu tingkah laku baik dan mulia yang
selaras dengan ketentuan-ketentuan dharma dan yadnya. Makna Tat Twam Asi mengajak kita semua untuk
lebih menahan diri dan mengendalikan diri. Dengan menyadari filsafat Tat Twam Asi diharapkan setiap langkah, gerak
yang dilakukan sudah melalui pertimbangan yang cermat dan berhati-hati demi
kebaikan bersama dan untuk mencapai tujuan yang luhur.
Konsep
Menyama mebraya,
yang artinya bersaudara dan seperti saudara yang artinya memperlakukan orang
lain yang bukan saudara seperti saudara sendiri. Adapun Kesimpulan dari makna Tri Hita Karana dan Tat Twam Asi sebagai konsep wujud kasih sayang :
1. Sebagai umat Hindu selalu
Introspeksi diri, mengendalikan diri, dan Implementasikan nilai – nilai
yang terkandung dalam Konsep Tri Hita
Karana, Tat Twam Asi, konsep
menyama mebraya, dalam kehidupan kita sehari-hari dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara , sehingga terwujudnya masyarakat yang sejahtera lahir
dan bhatin “Moksartham Jagadhita ya Ca
iti dharma”
2. Menjadikan diri sebagai insan yang
memiliki sradha dan bhakti yang kuat, insan sosial yang baik dalam
bernasyarakat, berbangsa dan bernegara serta selalu berusaha melaksanakan
petunjuk ajaran Dharma Tapa,Yadnya
dan mekerti dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga dapat terwujudnya umat Hindu yang harmonis, damai/santhi
serta memiliki mental yang Prima.
Gambar. Denpasar Festival 2014
(dok. Pribadi)
Tri Parartha
FILOSOFI
TRI PARARTHA DALAM AJARAN HINDU WUJUD KASIH SAYANG BAGI SEMUA GENERASI BERBASIS
TRI HITA KARANA
Oleh : Aryana
Cory dan Arya Weda (VII)
SMP Wisata Sanur
Agama
Hindu memiliki ajaran yang menuntun umatnya untuk selalu ada di jalan dharma
dalam menjalani kehidupan. Salah satunya adalah Tri Parartha. Tri Parartha
berasal dari Bahasa Sanskerta yaitu dari kata Tri artinya tiga dan Parartha
artinya kebahagiaan, kesejahteraan, keselamatan, keagungan, dan kesukaan.
Dengan demikian Tri Parartha berarti tiga perihal yang dapat menyebabkan
terwujudnya kesempurnaan, kebahagiaan, keselamatan, kesejahteraan, keagungan,
dan kesukaan hidup umat Hindu. Menjelang hari kasih sayang tentunya kasih
sayang diwujudkan tidak hanya disaat hari kasih sayang saja, melainkan rasa
kasih sayang dapat diwujudkan setiap saat melalui ajaran Tri Parartha dalam
cakupan sempit dan Tri Hita Karana dalam cakupan luas.
Pada
prinsipnya kasih sayang diwujudkan tidak hanya kepada pacar saja, melainkan
semua orang bahkan semua seisi alam ini yang dekat dengan kita. Jika kita
memandang kasih sayang kepada pacar saja itu adalah hal keliru yang dapat
memberikan penilaian terhadap hal tertentu saja dan hanya mementingkan
kepentingan pribadi saja. Wujud dari sebuah filosofi Tri Parartha dan Tri Hita
Karana yang wajib ditiru adalah pada penempatan rasa cinta dan kasih sayangnya.
Jika kasih sayang dapat tercipta setiap hari seperti dalam lingkungan keluarga
dan masyarakat tentunya membuat alam ini menjadi damai dan harmonis tanpa
mengenal umur, jenis kelamin, ras, suku dan agama. Ajaran Tri Hita Karana
adalah wujud nyata yang diterapkan masyarakat Bali dalam mengatasi hal-hal
sosial yang ada, tetapi akhir-akhir ini konsep ini dilupakan dengan tidak
memperhatikan lingkungan dan alam semesta. Dengan lingkungan yang rusak membuat
kita semua juga menjadi menderita karena bencana alam dan pencemaran lingkungan
kian hari kian menjadi-jadi. Keselamatan kehidupan sangat ditentukan dengan
keharmonisan lingkungan sekitar kita. Tentunya dalam pikiran
anak muda sekarang adalah ditunjukkan dalam bunga, surat, cokelat dan hadiah
lainnya sebagai wujud yang harus mulai ditinggalkan, karena rasa kasih sayang
tidak dilakukan pada hari tertentu saja dan hanya dinilai dari sebuah hadiah.
Padahal wujud kasih sayang dapat diterapkan dengan rasa cinta tanpa pamrih
ataupun hadiah semata seperti gambar yang ada.
Sumber
: www.rakaflorist.com
Tanpa
keselamatan dalam hidupnya, manusia tidak akan dapat berbuat banyak. Menurut
ajaran agama Hindu, manusia itu dapat menyelamatkan dirinya dengan jalan
mengamalkan ajaran Tri Parartha. Ada pun ajaran Tri Parartha yang dimaksud yang
dapat mengantarkan umat Hindu mencapai keselamatan dan kebahagiaan serta
kesejahteraan hidupnya. Terdiri dari Asih, Punia dan Bhakti.
Asih artinya cinta kasih, umat Hindu hendaknya selalu
mengupayakan hidupnya dengan berlandaskan cinta kasih dengan sesama. Asih juga
dapat diartikan sebagai kasih sayang. Asih juga memiliki kasih yang lebih dalam
daripada cinta. Dalam mengasihi sudah terkandung makna mencintai. Cinta adalah
perasaan pada kesenangan, kesetiaan, kepuasan terhadap suat objek sedangkan
kasih adalah perasaan cinta yang tulus lascarya terhadap suat obiek. Perbedaan
antara cinta dan kasih terletak pada kesanggupan dan kemampuan dalam memahami
hakikat cinta dan kasih serta hal yang mendasari adanya cinta kasih adalah
ajaran “tat tvam asi” yang berarti engkau adalah dia, dia adalah mereka seperti
yang dinyatakan pada kitab Chandogya Upanisad VI.14.1. Pustaka suci Bhagavadgita
Sloka XII. 13. Menyebutkan : Advesta sarwa
bhutanam, Maitrah karuna eva ca
Nirmano niraham karah, sama dukha-sukhah ksami
Nirmano niraham karah, sama dukha-sukhah ksami
Terjemahannya:
Dia yang tidak membenci segala makhluk, bersahabat, dan cinta kasih
Bebas dari keakuan dan keangkuhan, sama dalam suka dan duka, serta pemberi maaf.
Dia yang tidak membenci segala makhluk, bersahabat, dan cinta kasih
Bebas dari keakuan dan keangkuhan, sama dalam suka dan duka, serta pemberi maaf.
Akan
tetapi dewasa ini pada orang-orang tertentu ada yang memiliki kemiskinan dalam
cinta kasih. Hal ini dapat dilihat dari maraknya kekerasan yang terjadi di
negeri ini. Ada kecenderungan cinta kasih yang ada pada setiap orang telah
mengalami kekeringan dan bahkan manusia telah kehilangan seluruh cinta kasihnya
sehingga terjadilah perbuatan yang menimbulkan kekerasan. Para generasi muda
yang menjadi harapan baik keluarga maupun bangsa banyak yang terjerumus ke
dalam tindakan yang sia-sia, seperti mabuk-mabukan, pesta narkoba, dan tindakan
lain yang menyimpang dari aturan hukum dan agama.
Mengacu
pada realita yang terjadi di masyarakat dewasa ini khususnya pada kaum generasi
muda dapat diketahui bahwa terjadi degradasi moral atau pengikisan nilai-nilai
kemanusiaan sebagai akibat dari mulai menurunnya nilai-nilai kasih sayang dalam
diri manusia. Dengan demikian berdasarkan kutipan sloka di atas dapat diketahui
bahwa objek dari cinta kasih itu adalah semua ciptaan Hyang Widhi atau Tuhan
Yang Maha Esa.
Punya
(Punia), dermawan atau tulus ikhlas. Seluruh aktivitas hidup umat Hindu
hendaknya berlandaskan tanpa pamrih/balasan, karena ketertarikan itu
sesungguhnya ia menyebabkan menderita. Dan Bhakti artinya hormat-menghormati
terhadap sesama, sujud terhadap orang yang lebih tua. Di antara sesamanya
manusia hendaknya saling menghormati, serta tidak melupakan untuk bersujud
kehadapan sang pencipta (Tuhan). Ajaran
Tri Parartha itu sudah sepatutnya dipahami dan diaktualisasikan oleh umat
Hindu, dengan demikian kesempurnaan hidup ini akan menjadi kenyataan.
Sebagaimana dijelaskan dalam sloka suci (Menawa Dharmasastra,V.109) berikut
ini:
Abdhir
gatrani cudhayanti,
manah
satyena cudhayanti,
widyatapobhyam
bhratatma,
buddhir
jnanena cudhayanti
(Sudharta.
2004:250).
Terjemahan
:
Tubuh
dibersihkan dengan air, pikiran dibersikan dengan kejujuran, roh dibersihkan
dengan ilmu dan tapa, akal dibersihkan dengan kebijaksanaan.
Selain mengamalkan ajaran tattwam asi, catur paramitha dan
Tri Parartha, umat juga patut memahami dan mengamalkan ajaran ethika yang
lainya. Dengan demikian hidup ini akan menjadi lebih bermanfaat di masyarakat.
Asih,
Punia, dan Bhakti merupakan ajaran agama Hindu yang patut dihayati dan
diamalkan dalam kehidupan agar tetap tegaknya dharma. Tri Parartha adalah
ajaran agama Hindu untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup, baik
di dunia maupun di akhirat. Hidup saling mengasihi di antara kita merupakan
perilaku umat manusia utama yang dapat mengantarkan tercapainya kebahagiaan
yang abadi (moksa).
Dalam
Kitab suci Rg. Veda dinyatakan sebagai berikut : “Ajaran berdhana punia yang
didasari dengan cara bhakti dan rasa cinta kasih mempunyai suatu manfaat yang
amat penting dalam kehidupan ini, dan semuanya itu hendaknya diwujudkan sebagai
amal dalam beryajñya.”
Seluruh
umat Hindu hendaknya melakukan hal tersebut, karena itu merupakan kewajiban
untuk menegakkan dharma. Tujuan pokok dari ajaran Tri Parartha (asih, punia,
dan bhakti) ini adalah menumbuhkan sikap mental masing-masing pribadi umat
manusia, dalam hal ini adalah peserta didik untuk mewujudkan ajaran wairagya
(tidak terikat akan pengaruh benda-benda duniawi) yang dapat memuaskan
indria/nafsu belaka manusia secara pribadi. Berdasarkan uraian di
atas, maka untuk menghayati ajaran kasih dapat diwujudnyatakan melalui ajaran
“Tri Hita Karana”. Tri Hita Karana terdiri dari tiga kata Tri yang berarti
tiga, hita yang berarti kebahagiaan sedangkan karana berarti penyebab. Jadi Tri
Hita Karana berarti tiga hal yang menyebabkan kebahagiaan. Tri Hita Karana
dapat diterapkan dengan senantiasa menciptakan hubungan atau interaksi yang
harmonis antara manusia dengan Tuhan (prhyangan), membina hubungan yang
harmonis antara manusia dengan sesama manusia (pawongan) serta senantiasa
membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungan (palemahan).
Dapat
disimpulkan bahwa ajaran asih/kasih dalam Tri Parartha dapat diimplementasikan
melalui ajaran Tri Hita Karana. Ajaran ini dapat diaktualisasikan baik di
bangku SD maupun SMP. Penerapan ajaran Tri Hita karana kepada peserta didik
khususnya di sekolah dapat dilakukan dengan:
a.
Untuk poin Parhyangan, maka sebelum mulai pelajaran didahului dengan berpuja
tri sandya. Begitu pula mengakhiri pelajaran saat akan pulang ke rumah juga
bertrisandya pada madyama dina. Setiap akhir tahun pelajaran atau akhir tahun
semester dilakukan pasraman kilat. Pada kegiatan ini diberikan materi temtamg
praktik beragama dengan menitikberatkan pada tattwa, susila, dan acara.Tentu
acara ini dikemas pula dengan pemberian yoga dan estetika.
b.
Praktik implementasi pawongan di sekolah dilakukan dengan menggalang dana punya
yang disumbangkan secara sukarela oleh siswa yang nantinya akan dapat
dimanfaatkan untuk kunjungan sosial kemanusiaan. Selain itu dalam interaksi
sehari-hari membiasakan diri dalam mengucapkan Om swastyastu kepada orang lain
yang tentunya seumat, misalnya kepada orang tua di rumah, guru di sekolah, dan
dalam setiap kesempatan antarumat Hindu.
Untuk
kategori palemahan misalnya dapat dilaksanakan dengan menciptakan kepedulian
dan rasa sayang terhadap lingkungan sekolah. Bali punya program go green and
clean. Hal ini dapat diaktualisasikan melalui program “Green school” yaitu
dengan mewajibkan setiap siswa untuk menanam dan memelihara satu jenis tumbuhan
bebas, setiap komite diwajibkan untuk menanam dan memelihara dua jenis tumbuhan
langka, dan setiap guru wajib memelihara tiga jenis tumbuhan langka. Pada akhir
tahun pelajaran pihak sekolah bekerja sama dengan DKLH untuk melakukan
penghijauan massal pada tempat yang telah disepakati bersama. Cendikiawan
Hindu, Svami Vivekananda mengatakan “ Cinta kasih adalah daya penggerak, karena
cinta kasih selalu menempatkan dirinya sebagai pemberi yang tanpa keterikatan
dan bukan penerima.” Dengan demikian, kasih sayang merupakan jalan pintas untuk
mencapai tujuan hidup kita, yaitu Keutamaan manusia (Human Excellence). Asih
tidak hanya bisa diterapkan kepada sesama manusia, tetapi juga kepada binatang
dan tumbuh-tumbuhan yang sama-sama merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Asih kepada
binatang dapat dilakukan dengan tidak membunuh binatang sembarangan seperti
menembak burung, meracuni ikan dengan potas, dan lain-lain. Sikap asih terhadap
tumbuh-tumbuhan dapat dilakukan dengan tidak menebang pohon sembarangan, tetapi
sebaliknya kita harus menanam pohon dan melakukan penghijauan. Sikap asih
terhadap alam atau lingkungan sekitar sangat penting untuk diterapkan karena
dengan demikian kelestarian lingkungan akan terjaga dan kita akan merasa tenang
dan nyaman berada di sekitarnya. Umat Hindu di Bali menerapkannya melalui
perayaan tumpek pengatag dan tumpek uye.
Wujud nyata ajaran Tri Paraatha dan
Tri Hita Karana sangat tepat diterapkan dalam mewujudkan rasa kasih sayang
setiap saat, tetapi bukan diterapkan saat hari valentine atau kasih sayang saja.
Karena dalam ajaran Tri Hita Karana diajarkan untuk semua kalangan dan umur
tanpa kecuali. Maka filosofi Tri Hita Karana dan Tri Parartha sangat erat
kaitannya dengan kasih sayang. Apalagi kasih sayang untuk semua makhluk dan
sepanjang masa.
Profil Blog Ini
Blog ini saya berinama Feel Love Heart dikarenakan saya percaya dengan merasakan atau percaya dengan cinta dan hati, dapat menumbuhkan kasih sayang atau kebaikan sesuai dengan tema lomba yang bertemakan " Kindness Campaign", disamping itu pula saya tidak terlalu paham dengan dunia blogger, apalagi tentang html, huh, melelahkan, namun di lomba kali ini saya berjuang dan pantang menyerah untuk mengikuti lomba dan pada blog saya ini, saya sangat menghormati para teman-teman saya dan pemilik-pemilik artikel saya dengan mencantumkan sumbernya, dan dengan ini pula saya berdoa agar saya dapat menjadi juara pada lomba Presslist ini yang sangat menarik. Astungkara ^_^
Profil Saya
Hi, Perkenalkan nama saya I Wayan Aryana Cory, biasa dipanggil Cory, saya lahir di rumah sakit tentunya hahaha, tepatnya di salah satu rumah sakit di Denpasar, waktu itu tanggal berapa yah ? hmm tangal 25 Agustus 1945 eh maksudnya 2001, abis itu apa ya ?, hmm saya beralamat, eh jadi ga keren, saya memiliki istana di Jalan. Danau Poso 159 Sanur, Hmm, Hobi saya adalahhhhh, cieee kepoo, nungguin ya ??? Hobi saya adalah hobi yang banyak dilakukan anak" remaja lain kok, hobi saya bermain game, lalu, itu dulu, kalau ingin lebih jauh berkenalan dengan saya, cari aja kerumah ehhehe ( anggap aja ketawa jahat )